Seperti dilansir AFP, Senin (25/11), hal itu terungkap dalam tayangan 60 Minute garapan stasiun televisi Australia, Nine. Mereka mengungkap upaya intelijen China untuk membina seorang pengusaha keturunan Tionghoa, Bo 'Nick' Zhao (32), untuk ikut dalam pemilihan anggota parlemen di Melbourne.
Nick mengaku diberi modal sebesar USD679 ribu (sekitar Rp9,5 miliar) untuk kampanye. Namun, Nick mengakui hal itu kepada ASIO pada tahun lalu.
Nick lantas ditemukan tewas secara misterius di sebuah kamar motel di Australia pada Maret lalu. Kepala ASIO, Mike Burgess, menyatakan kasus Nick menjadi perhatian serius dan mengatakan mereka sedang menyelidikinya, sebab sampai saat ini polisi belum mengetahui penyebab kematian Nick.
"Aktivitas intelijen asing semakin membuat ancaman terhadap negara dan keamanan kita," kata Mike.
Sedangkan Ketua Komisi Intelijen Parlemen Australia, Andrew Hastie, menyatakan kasus yang dialami Nick sangat nyata.
"Ini bukan hanya soal memberikan uang dan menanti imbalan. Ini adalah upaya negara lain untuk menyusup ke parlemen Australia menggunakan penduduk setempat sebagai agen mereka untuk mempengaruhi sistem demokrasi kita. Jadi seharusnya warga Australia harus sangat prihatin terhadap hal ini," kata Andrew.
Pengakuan ini terjadi beberapa hari setelah seseorang yang diduga mata-mata China, Wang 'William' Liqiang, dilaporkan membelot kepada pemerintah Australia. Dia disebut memberikan sejumlah informasi penting terkait operasi intelijen Negeri Tirai Bambu di Hong Kong, Taiwan dan negara lain. (ayp)
from CNN Indonesia https://ift.tt/37EAicC
via IFTTT
No comments:
Post a Comment