Seperti dilansir CNN, Selasa (3/12), laporan HRW berjudul "Are We Not Human?" itu mengungkap kesulitan yang dihadapi oleh sekitar 400 ribu anak-anak etnis Rohingya di Bangladesh. Mereka menyatakan tanpa pendidikan dan pengetahuan, anak-anak Rohingya itu rentan terhadap pelecehan, kejahatan dan kemiskinan.
"Pemerintah Bangladesh sudah jelas tidak menginginkan Rohingya untuk tinggal di wilayah mereka, tetapi mempersulit anak-anak Rohingya untuk memperoleh pendidikan sama saja mencelakai mereka dan tidak memecahkan masalah pengungsi Rohingya," kata Direktur Urusan Anak-anak HRW, Bill Van Esveld.Bill menyatakan laporan itu disusun dari hasil wawancara dengan 163 responden. Mereka terdiri dari anak-anak dan orang tua pengungsi Rohingya, guru, pejabat pemerintah, serta kelompok relawan dan perwakilan Perserikatan Bangsa-bangsa pada Februari lalu. Dalam laporan setebal 81 halaman itu, pemerintah Bangladesh melarang lembaga relawan PBB dan lembaga non-pemerintah lainnya untuk membantu proses pendidikan anak-anak pengungsi Rohingya.
Selain melarang anak-anak pengungsi Rohingya mendapatkan pendidikan di dalam kamp pengungsian, Esveld menyatakan di dalam laporan itu pemerintah Bangladesh juga tidak membolehkan anak-anak itu ikut belajar di sekolah setempat apalagi mengikuti ujian nasional.
"Pemerintah Bangladesh memang menyelamatkan banyak etnis Rohingya dengan menampung mereka di wilayah perbatasan, tetapi mereka harus mengakhiri kebijakan menghalangi anak-anak Rohingya mendapatkan pendidikan," lanjut Esveld.
HRW menyatakan saat ini anak-anak Rohingya itu sudah dua tahun tidak bersekolah. Hal itu membuat anak-anak menjadi korban perbudakan dan pernikahan dini.
Akan tetapi, pemerintah Bangladesh membantah laporan itu. Komisioner Badan Pengungsi dan Pemulangan Bangladesh, Md. Mahbub Alam Talukder, menyatakan mereka tidak pernah menghalangi anak-anak Rohingya mendapatkan pendidikan.
"Kami sudah menampung dan merawat mereka secara baik. Kami tidak pernah menelantarkan mereka," kata Talukder.
Hampir satu juta penduduk minoritas Muslim Rohingya tinggal di dalam beberapa kamp di tenggara Bangladesh setelah melarikan diri dari kekerasan militer Myanmar.
Tentara Myanmar dituduh melakukan pembersihan etnis (genosida) besar-besaran terhadap komunitas Muslim Rohingya. Sebanyak 740.000 penduduk di antaranya telah melarikan diri ke Bangladesh sejak Agustus 2017 silam
Akibatnya, perpindahan massal yang dilakukan warga Rohingya ke Bangladesh meningkat pesat setiap hari. Namun, hal ini juga disertai dengan sebagian warga yang meninggal maupun terluka parah akibat terkena ranjau darat di sepanjang perbatasan. (ayp)from CNN Indonesia https://ift.tt/2DGQDQ3
via IFTTT
No comments:
Post a Comment