"Pemanggilan Dubes China sekitar Selasa pekan ini, yang kami sampaikan dalam pertemuan itu adalah bahwa kita meminta perhatian China bahwa terjadi dugaan pelanggaran hukum, yakni TPPO di sana yang melibatkan WNI," kata pelaksana tugas juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah, Jumat (26/7).
Puluhan perempuan itu dijodohkan dengan pria Tiongkok dengan iming-iming kesejahteraan yang terjamin. Namun, selepas dipersunting dan dibawa ke China, para perempuan itu malah dipekerjakan sebagai buruh dan kerap disiksa.
Teuku mengatakan bahwa sejak Januari-Juli 2019, ada 32 kasus pengantin pesanan yang ditangani Kemlu RI. Puluhan perempuan ini dinikahkan melalui perantara atau agen perjodohan.
Tak berselang lama setelah menikah, puluhan perempuan itu meminta pulang ke Indonesia. Beberapa orang di antara mereka bahkan ada yang kabur dari suami.
Teuku menuturkan bahwa pemerintah melalui perwakilan di Kedutaan Besar RI di Beijing berupaya membantu puluhan WNI untuk pulang. Namun, proses pemulangan para perempuan ini tidak mudah karena harus dengan izin suami.
"Begitu mereka (perempuan Indonesia) sudah mengikatkan diri dalam suatu perkawinan, maka untuk pemulangan mereka perlu izin dari suaminya. Dengan demikian, tantangan bagi Indonesia adalah untuk memberikan penjelasan atau meyakinkan pihak-pihak terkait di China bahwa ada proses pelanggaran hukum di sini," kata Teuku.
Lebih lanjut, Teuku menuturkan kasus pengantin pesanan ini sangat kompleks sehingga memerlukan penanganan yang komperhensif. Menurutnya, pemerintah harus bisa memutus rantai kasus pengantin pesanan melalui koordinasi dengan pemerintah daerah.
Kemlu RI, kata Teuku, juga sudah menyepakati koordinasi dengan pemerintah daerah dalam upaya pencegahan, antara lain melalui pengetatan pengeluaran dan legalisasi dokumen persyaratan pernikahan antarnegara, juga kampanye publik mengenai modus-modus pengantin pesanan dan bahayanya. (rds/has)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2yfJHH4
via IFTTT
No comments:
Post a Comment