Wakil Menteri Luar Negeri AS, John Sullivan, mengatakan PBB dan seluruh negara memiliki tanggung jawab untuk mengangkat isu tertentu, ketika sejumlah korban selamat terus menceritakan kengerian penindasan yang dilakukan sebuah pemerintah di dalam suatu negara.
"PBB juga harus bisa mencari akses segera dan tanpa hambatan bagi Komisaris Tinggi HAM PBB untuk masuk ke wilayah barat Xinjiang," kata Sullivan pada Rabu (25/9) seperti dikutip Reuters.
Sullivan menuturkan pernyataan yang digagas AS dan didukung oleh Kanada, Jerman, Belanda, dan Inggris itu telah didukung lebih dari 30 negara, perwakilan Uni Eropa, dan lebih dari 20 organisasi non-pemerintah termasuk para etnis Uighur yang menjadi korban penindasan China.
Sullivan menuturkan AS mengundang negara lain untuk bergabung dengan upaya internasional demi menuntut dan memaksa China mengakhiri sikap yang menekan etnis Uighur.
"Sejarah akan menilai komunitas internasional atas bagaimana kita menanggapi serangan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan mendasar ini," kata Sullivan.
Sementara itu, China melalui Kementerian Luar Negerinya mengecam langkah AS tersebut.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, menuturkan masalah yang terjadi di Xinjiang bukan tentang penindasan hak asasi manusia, tetapi tentang melawan gerakan separatisme dan terorisme.
"Semua fitnah AS dan negara-negara lainnya itu sia-sia. Kebohongan mereka akan hancur di hadapan fakta dan kebenaran," papar Geng.
China memang terus menjadi sorotan dunia internasional, salah satunya terkait dugaan pelanggaran HAM terhadap etnis minoritas Uighur di Xinjiang
Pada 2018 lalu, organisasi pemerhati HAM, Amnesty International, melaporkan bahwa China telah menahan satu juta etnis Uighur, Kazakh, dan lainnya di sejumlah penampungan layaknya kamp konsentrasi.
PBB membenarkan hal itu.
Selama ini, China membantah segala tudingan pelanggaran HAM itu dengan menyebut bahwa kamp-kamp tersebut merupakan pusat pelatihan pendidikan keterampilan. (rds/ayp)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2mOJQPi
via IFTTT
No comments:
Post a Comment