Seperti dilansir Associated Press, Jumat (30/8), Joshua dan Agnes langsung mengadakan jumpa pers usai bebas dari tahanan. Keduanya dituduh menggalang demonstrasi ilegal pada 21 Juni lalu.
"Meski mereka menangkap dan memburu kami, kami tidak peduli dan akan terus berjuang," kata Joshua kepada awak media.
Menurut pernyataan Partai Demosisto, tempat Joshua bernaung, keduanya ditangkap di tempat berbeda. Joshua ditangkap ketika sedang berjalan menuju stasiun kereta pada pukul 07.30 waktu setempat, dan langsung dibawa ke dalam sebuah mobil van.
"Kami sebagai penduduk Hong Kong tidak akan menyerah dan tak pernah takut. Kami akan tetap memperjuangkan demokrasi," kata Chow.
Kepolisian Hong Kong juga menangkap aktivis Andy Chan. Dia dibekuk di Bandara Internasional Hong Kong pada Kamis (29/8) malam. Dia disangka menyulut kerusuhan dan menyerang aparat kepolisian.
Belum diketahui apakah rencana unjuk rasa pada akhir pekan ini di Hong Kong akan tetap berjalan atau tidak. Sebab, Kelompok pegiat Front Hak Asasi Manusia Hong Kong (CHRF) sebagai penggagas memutuskan membatalkan rencana mereka.
Keputusan itu diambil setelah mereka gagal mendapatkan izin dari kepolisian, serta penangkapan dan penganiayaan terhadap sejumlah tokoh aktivis.
Demonstrasi akhir pekan ini bertujuan memperingati lima tahun tuntutan menggelar pemilihan umum untuk menentukan pemimpin dan anggota dewan Hong Kong. Pada 2015, pemerintah China menolak usul pemilu dan menunjuk langsung pemimpin Hong Kong.
Joshua telah dua kali dijebloskan ke penjara. Pada 2018 dia dijatuhi hukuman tiga bulan penjara atas perannya dalam aksi demonstrasi pro-demokrasi "Gerakan Payung" di 2014. Dia baru bebas dari penjara pada Juni lalu.
Sedangkan Chan sebelumnya juga ditangkap oleh polisi Hong Kong. Dia disangka menyimpan senjata dan bahan pembuat bom. Chan adalah pendiri Partai Nasional Hong Kong yang sudah dibubarkan.
Pemerintah menuduh Chan sebagai aktivis radikal karena menyebarkan kebencian terhadap pendatang dari China, dan mengajak untuk angkat senjata demi kemerdekaan Hong Kong.
Awalnya, para demonstran menuntut pemerintah membatalkan pembahasan rancangan undang-undang ekstradisi yang memungkinkan tersangka satu kasus diadili di negara lain, termasuk China.
Para demonstran tak terima karena menganggap sistem peradilan di China kerap kali bias, terutama jika berkaitan dengan Hong Kong sebagai wilayah otonom yang masih dianggap bagian dari daerah kedaulatan Beijing. Mereka khawatir beleid itu digunakan untuk membungkam para aktivis yang tidak sepakat dengan aturan yang diterapkan China.
Berawal dari penolakan RUU ekstradisi, demonstrasi itu pun berkembang dengan tuntutan untuk membebaskan diri dari China. (ayp/ayp)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2ZohzBi
via IFTTT
No comments:
Post a Comment