Seperti dilansir Reuters, mesin-mesin biometrik itu kali pertama digunakan rakyat Afghanistan dalam pemilu anggota parlemen pada Oktober tahun lalu. Namun, kala itu penggunaan mesin itu mengalami kendala karena gangguan koneksi atau kerusakan. Walhasil, terjadi kekacauan akibat gangguan dan kerusakan mesin-mesin itu, bersama dengan daftar pemilihan yang tak lengkap dan penundaan dalam penyelenggaraan pemilihan.
Tapi, itu tak membuat Komisi Pemilihan Umum Afghanistan (IEC) patah semanga, dan kembali menggunakan teknologi yang sama untuk PIlpres tahun ini. Tapi, untuk mencegah kendala serupa, IEC menyediakan kertas formulir pendaftaran sebagai cadangan kalau-kalau verifikasi biometrik tak berfungsi.
"sedikit membaik tidak sejelek dalam pemilihan parlementer," kata salah satu pengawas, Direktur Transparent Election Foundation of Afghanistan Naem Ayubzada seperti dilansir Reuters, Sabtu (28/9).
Lembaga yang dipimpin Ayubzada itu melakukan pengawasan pelaksanaan pemilu di 34 provinsi Afghanistan.Ia mengatakan dari pengawasan yang dilakukan pihaknya, terhitung seorang pemilih membutuhkan waktu maksimal hingga 10 menit untuk identifikasi mesin. Hasilnya, proses pemungutan suara berlangsung lebih lama. Dan, itu pun mendapatkan kritik tersendiri dari pengawas.
"Prosesnya terlalu lama," ujar kepala Komisi Independen HAM Afghanistan, Shaharzad Akbar lewat kicauan twitter.
Selain itu, persoalan yang lebih rumit adalah pengenalan wajah perempuan yang menggunakan nikab. Di kawasan-kawasan konservatif Afghanistan, sebagian besar remaja perempuan dan yang telah dewasa menggunakan nikab yang menutupi wajah mereka.
Menyikapi persoalan-persoalan tersebut, Kepala IEC, Hawa Alam Nuristani mengatakan itu akan menjadi bahan evaluasi dalam pelaksanaan pemilu di Afghanistan selanjutnya.
Masin-mesin biometrik tersebut merupakan buatan perusahaan Jerman, Dermalog Identification Systems. Mesin tersebut menggunakan foto dan sidik jari untuk mengidentifikasi pemilih sebelum memberikan suara. Penggunaan mesin biometrik ini bertujuan guna mengurangi kecurangan yang sudah meluas dalam pemungutan suara di Afghanistan sejak kejatuhan rezim Taliban tahun 2001.
Pilpres Afghanistan yang dilakukan pada Sabtu (28/9) itu hasil hitung awal akan diumumkan 17 Oktober, dan hasil resminya disebut tak akan sampai 7 November 2019. Jika tak ada kandidat yang mendapatkan suara 51 persen, maka putaran kedua akan dilakukan dengan peserta dua kandidat teratas.Lebih dari selusin kandidat mencoba peruntungan dalam Pilpres ini, termasuk Presiden petahana Ashraf Ghani, dan mantan deputinya Abdullah Abdullah.
Hawa mengatakan pemilu yang digelar saat ini merupakan yang paling sehat dan adil dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya. Ia pun memuji puluhan ribu rakyat Afghanistan yang tetap berani memberikan pilihan di tempat pemungutan suara meskipun ada risiko ancaman serangan Taliban.
Para anggota militan Taliban melakukan sejumlah penyerangan ke TPS-TPS di seluruh wilayah negeri itu. Namun, antisipasi keamanan yang lebih dini membuat serangan itu tak bisa berskala besar di seluruh Afghanistan.
[Gambas:Video CNN]
Walaupun begitu, tetap ada korban, di mana Kementerian Pertahanan Afghanistan menyatakan dua polisi dan seorang sipil tewas, lalu 37 lain luka-luka secara keseluruhan.
Secara keseluruhan serangan Taliban itu telah mengganggu proses pemungutan suara di 901 dari 4.942 TPS di seluruh Afghanistan.
Salah satu serangan terjadi di sebuah TPS yang dibangun di masjid di kota Kandahar. Dalam serangan itu, 16 orang terluka. (Reuters/kid)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2mH2MiW
via IFTTT
No comments:
Post a Comment