Mahathir melontarkan kritik ini langsung di hadapan para pemimpin yang hadir dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, pada Jumat (27/9).
Menurutnya, sanksi yang diterapkan tersebut tak hanya berpengaruh pada pihak sasaran, tapi juga negara lain.
Mahathir kemudian berkata, "Faktanya adalah ketika sanksi dijatuhkan ke satu negara, negara lain juga terkena sanksi. Malaysia dan banyak pihak lain kehilangan pasar besar ketika sanksi itu diterapkan atas Iran."
Saat ini, Iran memang sedang didera berbagai sanksi dari AS yang dijatuhkan setelah Washington menarik diri dari kesepakatan nuklir pada 2015 lalu, JCPOA.
Sebagai timbal balik, negara Barat akan mencabut serangkaian sanksi terhadap Teheran.
Namun, di bawah komando Presiden Donald Trump, AS menarik diri secara sepihak dari perjanjian nuklir itu pada Mei 2018 lalu dan kembali menerapkan sanksi atas Iran.
Iran pun geram dan mengancam bakal melanggar JCPOA jika pihak penandatangan lainnya tak membantu Teheran di tengah dera sanksi AS.
Merasa tak digubris, Iran kembali melanjutkan pengayaan uranium dan mengklaim sudah melewati batas 3,67 persen. Meski demikian, angka tersebut masih jauh dari yang dibutuhkan untuk mengembangkan senjata nuklir, yaitu 90 persen.
[Gambas:Video CNN]
AS tetap mengancam bakal menjatuhkan sanksi tambahan. Ketegangan hubungan antara kedua negara pun tak terhindarkan, tapi Presiden Donald Trump tetap membuka kemungkinan untuk berdialog dengan Rouhani di sela sidang Majelis Umum PBB pada akhir bulan ini.
Di tengah kisruh ini, negara lain yang masih memegang komitmen JCPOA, seperti Jerman dan Inggris, meminta semua pihak untuk tenang dan mendesak Iran tak melanjutkan pengayaan uranium. (has)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2lLr230
via IFTTT
No comments:
Post a Comment